Harga Mengundang selera, Beberapa puluh Jual Rumah Joglo di Gunungkidul

Gunungkidul – Kehadiran rumah tradisi Jawa atau Joglo di Gunungkidul semakin hari semakin berkurang. Perubahan jaman, sampai iming-iming rupiah serta harga yang selalu membumbung membuat masyarakat ikhlas melepas rumah Joglo yang dimilikinya pada beberapa kolektor atau pemburu jual rumah joglo. Di Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari, satu desa yang berjarak seputar 25 km. dari pusat kota Wonosari, kehadiran rumah Joglo sekarang ini tinggal tersisa seputar 70 unit saja. Walau sebenarnya dahulu tiap rumah memiliki arsitek rumah jawa, Joglo.

Untuk didapati, Kecamatan Saptosari mempunyai 6 dusun, yaitu Ngloro, Gebang, Karangnongko, Pule, Tekik, serta Pringsurat. Minggu (25/3) siang, JawaPos.com bersama dengan seseorang piranti desa ditempat, berpeluang lihat beberapa jual rumah joglo yang sampai sekarang masih tertangani, walau usianya telah diatas 50 tahun.

“Dapat disebutkan hampir setiap tahun menyusut. Tetapi kami selalu berupaya untuk melestarikannya,” kata Agung Nugroho, Kepala Bagian (Kabid) Kemasyarakatan Tubuh Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Ngloro, Kecamatan Saptosari.

Seseorang pemerhati budaya Indonesia, Asjhar Imron (tengah), memandu aktivis Friendship Force International (FFI) asal Kanada, di dalam rumah joglo lokasi Keputih Pelopor Surabaya.(Antara)

Anies-Sandiaga Titel Dialog serta Nobar Bola di Rumah Joglo

Bidik Rumah Premium di Joglo Jakbar Dikatakannya, harga jual untuk jual rumah joglo yang masih juga dalam situasi bagus sampai lebih dari Rp 200 juta. Uang sebesar itu cukuplah mengundang selera buat warga desa, ditambah lagi gugatan perekonomian yang makin tinggi.

“Rumah Joglo di sini umumnya dilepaskan untuk cost sekolah anak, mencari kerja atau sebab memang ingin ubah bangunan yang lebih moderen. Harga yang cukuplah tinggi, tetapi banyak pula yang ingin beli,” katanya.

Mahalnya harga jual rumah joglo, bergantung dari kondisinya. Ukuran saka guru (tiang penyangga), ataupun isi dari furniture-nya. “Jika yang mode classic, mulai dari gentengnya genteng kripik (tipis), dapat begitu mahal,” katanya. Walau sebenarnya bangunan rumah Joglo sekitar lebih dari 70-an unit itu masuk dalam kelompok rumah cagar budaya. Dapat dibuktikan dengan beberapa piagam penghargaan yang sempat di terima dari Kementerian Kebudayaan serta Pariwisata Direktorat Jenderal Riwayat serta Purbakala Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Yogyakarta pada 2011 yang lalu.

Supardi Wiyono, 63, masyarakat RT 17/4, Desa Ngloro menjelaskan, seputar tahun 2000-an yang lalu, rumah Joglo kepunyaannya sempat mendapatkan penghargaan dari Gubernur DIJ Sri Sultan Hamengku Buwono X jadi pelestari rumah tradisi cagar budaya. Tetapi situasi sekarang ini dia lebih pilih untuk menjualnya di harga rata-rata Rp 250 juta. “Telah ada yang nawar tetapi belum sesuai dengan,” katanya.