Sosial Media – Manusia merupakan mahluk ciptaan tuhan yang amat mulia. manusia dianugerahi ide dan juga benak yang membikin derajat kita lebih besar dibandingkan mahluk tuhan yang lain –bahkan malaikat. manusia diciptakan bermacam-macam, baik secara raga ataupun benak, yang pada kesimpulannya menimbulkan pola pemikiran yang berubah pula.
kebebasan berkomentar dan juga berpikir menggambarkan penggalan dari hak asasi manusia. perihal ini diatur dalam deklarasi umum hak-hak asasi manusia perserikatan bangsa bangsa (pbb) spesialnya pada pasal 19 dan juga 20. di indonesia, kebebasan berkomentar dan juga berpikir pula diatur dalam undang-undang dasar 1945, ialah tertuang dalam pasal 28e ayat (3).
kebebasan berkomentar di indonesia telah lewat proses yang panjang. sepanjang rezim orde baru, indonesia hadapi masa kegelapan, di mana warga dikekang buat melaporkan pendapatnya. tetapi serupa kata kartini, habis hitam terbitlah cerah. warga mulai leluasa melaporkan benak dan juga pendapatnya di ruang publik semenjak orde baru lengser dari singgasana. kebebasan ini juga kita rasakan sampai saat ini, dimana warga leluasa mengkritisi pemerintah tanpa cemas kembali cuma meninggalkan nama.
berputarnya roda teknologi
kebebasan berkomentar dan juga berpikir pula dipermulus dengan kemajuan teknologi. roda teknologi ikut memutar seluruh lini tercantum dalam perihal media melaporkan komentar. kedatangan sosial media (sosmed) jadi angin fresh untuk warga dalam menuangkan pendapatnya. bila dahulu buah benak ataupun uneg-uneg dituangkan dalam kertas, kain, ataupun tembok-tembok, saat ini perihal tersebut mampu dituangkan dalam media dunia maya data bimbel stan terbaik.
bak 2 sisi mata duit, kedatangan teknologi tidak senantiasa berbuah baik. kedatangan media sosial benar membikin penyampaian data dan juga komentar jadi lebih gampang. tetapi, di sisi lain kedatangan teknologi pula ikut bawa akibat negatif, salah satunya merupakan tersebarnya berita bohong (hoax) dengan kilat dan juga masif. berita bohong tersebut ditulis oleh oknum tidak bertanggung jawab dan juga disebarkan melalui sosial media. tersebarnya hoax ini diperparah dengan watak warga kita yang gampang menelan mentah-mentah sesuatu berita.
sarjana sosmed dan juga tulisannya yang menyesatkan
tidak hanya berita hoax, saat ini banyak pula bermunculan opini yang tanpa didasari oleh kajian ataupun alasan yang kokoh. salah satu contoh permasalahannya merupakan banyaknya opini yang mengatakan kalau indonesia bakal hadapi kebangkrutan karna utang luar negara (uln) yang terus menjadi banyak. alih-alih berpedoman pada novel para pakar ekonomi, mereka malah menjadikan internet bagaikan acuan utama buat menuliskan opini mereka. para oknum ini setelah itu menyebarkan tulisan mereka melalui sosial media serupa facebook, line, whatsapp, dan juga yang lain. tidak kurang ingat, kalimat berbumbu ujaran kebencian ditambahkan ke dalam tulisan mereka buat meyakinkan pembaca.
benar wajib diakui kalau utang pemerintah dikala ini hadapi peningkatan (pada juni 2017 menggapai rp. 3. 706, 52 t), tetapi keadaan ini masih dinilai nyaman. utang ini dipakai pemerintah buat menutup anggaran negeri yang hadapi pelebaran defisit semenjak 2011. ini maksudnya, bila dipecah rata, hingga tiap masyarakat negeri menanggung utang sebesar 997 dolar as (rp13 juta).
nyatanya, bila dibanding keadaan utang negeri maju serupa amerika serikat dan juga jepang, beban utang tiap masyarakat negaranya jauh lebih besar. di jepang, tiap kepala menanggung utang 85. 000 dolar as, sedangkan tiap masyarakat amerika serikat menanggung beban utang 62. 000 dolar as. juga begitu dengan keadaan rasio utang indonesia terhadap produk dalam negeri bruto (pdb) masih kurang dari 30 persen yang masih dinilai nyaman.
gimana dengan para komentator?
tidak ubahnya dengan sang penulis, para komentator pula demikian. banyak pembaca yang berpendapat tanpa memiliki dasar ataupun acuan yang kokoh. bila lagi mangulas permasalahan hukum, mereka bakal pendapat lagaknya sarjana hukum. bila lagi mangulas permasalahan ekonomi, mereka bakal berpendapat seperti sarjana ekonomi. para ‘sarjana’ ini juga tidak segan buat berdebat kusir di forum dunia maya buat mempertahankan argumennya. oleh karna itu, pantaslah mereka diucap bagaikan ‘sarjana sosmed’.
tidak tidak sering kalimat kotor dan juga tidak terpuji mereka lontarkan. terlebih lagi tidak segan, mereka bakal bawa nama-nama penunggu kebun fauna. bila sudah terciduk, mereka bakal menyalahkan pemerintah bagaikan rezim yang anti kritik. ibarat pepatah, kurang baik wajah kaca dibelah.
sementara itu, mengemukakan komentar di sosial media sah-sah aja, asalkan dilandasi dengan argumentasi yang kokoh dan juga di informasikan secara sopan. siapapun boleh beropini dan juga berpendapat di sosial media, tidak butuh menunggu jadi sarjana ataupun yang lebih besar tingkatannya. namun opini yang kita keluarkan bakal lebih baiknya apabila diiringi dengan alasan dan juga rujukan yang kokoh. jadi, berhati-hatilah dalam berkomentar di sosial media, supaya kita tidak dicap bagaikan sarjana sosmed.